Cerita Pendek/Cerpen Horor
Tolong Kembalikan Kaki ku
Karya: Tata Vegya Pradipta
Dikesunyian
malam ini, duduk dibawah pohon menikmati keindahan langit penuh bintang membuat
hati merasa tenang dan damai.
“Jangan
mendekat, ja---ngan mendekat,” sosok hitam.
“Haaaaaaaaaaaaaaaaaaa,”
Alex terbangun dari tidurnya, Alex pun masuk ke rumah.
Entah
apa yang tadi muncul dalam mimpi Alex, ia tak mengerti. Untuk pertama kalinya
Alex bermimpi buruk. Alex pun kembali tidur dikamarnya, namun ia sedikit gelisa
tentang mimpinya tadi. Pagi ini Alex bangun terlambat
“Aduh
udah jam 06.30, bisa terlambat ini,” bangun tidur melihat jam.
“Ini
pasti gara-gara mimpi itu,” tebaknya.
“Mana
belum merangkum biologi,” panik Alex sambil menggayuh sepedanya.
Sesampainya
di SMA Bakti Nusa, ia pun menaruh sepeda di parkiran, dan bergegas menuju kelas
XI-3.
“Aduhh,
udah mulai lagi, gimana masuknya, ke kantin entar ada Pak Nirwan,” gelisa Alex
sambil berpikir keras.
“Ibu
tinggal sebentar ke kantor,” bilang Bu Wati dalam kelas.
“Iyah
bu,” kompak murid.
“Alex
kamu ngapain disini?” Alex yang sedang mondar mandir memikirkan bagaimana
supaya bisa masuk kelas pun terkejut dengan kehadiran Bu Wati.
“Allahuakbar,”
kaget Alex.
“Em---
ini Bu,” gelagapan Alex mencari alasan.
“Kamu
bukannya masuk malah mondar mandir kayak setrika, kenapa kamu telat?” Tanya Bu
Wati.
“Hehehe
maaf Bu, saya kesiangan,” mengaruk-garuk kepala.
“Kebanyakan
alasan kamu, masuk,” pinta Bu Wati.
“Hehe
makasih, Bu,” lari terbirit-birit.
“Huuuu
syukurlah Bu Wati gak nyuruh keliling lapangan, soalnya gue belom sarapan,” lega
Alex.
“Lu
kemana aja dari tadi? Kenapa telat? Abis nonton drama korea yah?” Tanya Rara
teman sebangku Alex.
“Panjang
kali lebar kali tinggi, Ra,” jawab Alex.
“Emang
ada apaan sih,” Rara penasaran.
“Entar
istirahat deh kita omongin, cape gue lari-larian,” sambil mengeluarkan buku
biologi.
Bu
Wati pun masuk kembali dan melanjutkan pelajarannya. Selang beberapa menit bel
istirahat. Kali ini Alex belum bisa cerita karena dia ada rapat osis di aula.
Hari ini Alex pulang telat karena rapat osis sampai sore. Sekolah terlihat sepi
hanya terlihat pak satpam dan Pak Teni sebagai tukang kebun. Alex keluar dari
kamar mandi dan berjalan menyusuri lorong dalam sekolah menuju gerbang. Alex
merasa tidak nyaman, gelisa, dingin. Tatapan Alex kosong dan merasakan ada
sosok hitam berjalan mendekatinya, bayangan itu samar-samar, tidak terlihat
jelas, abstrak, terlihat ada palang km 23, pohon, orang-orang. Alex merasa
pikirannya tidak karuan, dan sosok hitam itu semakin mendekatinya.
“Alex,
lex, bangun,” Rara mencoba membangunkan Alex.
Alex
membuka mata dan masih terbaring di kasur uks, dan terlihat ada Pak Teni tukang
kebun, dan Rara.
“Kok
saya bisa ada disini?” Tanya Alex.
“Tadi
neng Alex pingsan dilorong,” jelas Pak Teni.
“Minum
dulu, Neng,” Pak Teni.
“Yaudah
kalo begitu saya permisi dulu, Neng,” pamit Pak Teni.
“Terima
kasih, Pak.”
“Ra,
gue takut,” takut Alex.
“Udah
minum dulu, baru lu cerita,” saran Rara dan Alex menghabiskan minumnya.
“Gak
tau kenapa sosok hitam itu dateng lagi, Ra,” Alex cerita singkat.
“Sosok
hitam gimane, gue gk ngerti,” Rara kebingungan.
“Jadi…….
Nah jadi gitu, gue takut,” Alex pun menceritakan dari awal melihat sosok itu.
“Gue
suka denger kalo ada sosok kayak gitu, terus lu gak pernah, biasanya dia butuh
pertolongan,” Rara cerita sedikit.
“Ah
masa, emang gue bisa ngapain coba? Tapi gue takut, Ra.”
“Udah
mending sekarang kita pulang, udah sore banget,” ajak Rara.
“Ra,
minggu kerumah gue yak wajib,” pinta Alex.
Mereka
pun pulang kerumah masing-masing. Dirumah Alex masih memikirkan sosok itu,
wujudnya masih abstrak. Minggu pagi Rara sudah sampai di rumah Alex.
“Eh
udah sampe,” sambil membenarkan rambutnya yang masih basah.
“Mandi
lama amat, Neng, abis makanan di kulkas, lu, gue makanin. Eh btw aya naon?”
Rara semakin penasaran.
“Gue
takut banget, semalem sosok itu dateng lagi, dengan menampakan jelas, gue takut
banget,” Alex pun menceritakan.
“Terus
lu liat apa lagi?” Tanya Rara.
“Jadi
itu tuh kayak pembunuhan sadis gitu keknya, serem. Terus gua liat ada cewek
remaja, terus gua liat ada palang tulisannya km 23, gak jauh dari situ ada
halte, terus gua liat ada pisau yg buat motong daging itu, haaaaa takut gue””
Alex ketakutan.
“Ehh
gila serem amat lu mimpi, gua gak bisa ngebayangin gila, terus gimana lagi?”
“Terus
dia bilang help me berkali-kali.” lanjut Alex.
“Tuh
apa gue bilang dia pasti minta pertolongan. Tapi kira-kira itu kok bisa? Serem
banget, gue jadi penasaran,” Tanya Rara.
“Gimana
dong, serem banget sih. KM 23 dimana lagi, kan banyak,” Alex kebingungan.
“Emm,
wait, tadi bilang ada halte, kan? Nah, apa haltenya namanya?” Sambil mengingat
Alex bercerita.
“Bentar
gue inget-inget. Haal—te, Halte Dirman. Nah Halte Dirman,” Rara pun mengambil
laptop untuk mencari halte tersebut.
“Nah
ini, kayaknya gua pernah kesitu, tapi kapan yah?” Terpikir Alex.
Minggu berikutnya mereka pun
langsung menuju tempat kejadian perkara. Alex memeriksa setiap sudutnya dan
benar itu yang ada dalam mimpi dia. Tak jauh dari halte berdiri palang KM 23
dan halte tersebut sama persis yang Alex ingat.
“Sekarang
kita ngapain?” Tanya Alex.
“Em,
sekarang kita nanya warga yang tinggal disini. Sekalian bagaimana kronologinya,”
ide cemerlang Rara.
“Neng,
kalo mau nunggu bus jangan disini, disebelah sana saja,” tiba-tiba ada pemuda
menghampiri.
“Loh
emang kenapa, Pak?” Tanya Alex.
“Disini
angker,” jawab pemuda itu. Sontak Alex dan Rara terkejut.
“Angker?
Angker bagaimana yah pak maksudnya?” Alex Penasaran.
Akhirnya bapak tersebut menceritakan
kronologinya. Sekitar tiga bulan yang lalu, malam hari ada seorang perempuan sedang
menunggu bus dan keadaannya sangat sepi. Tiba-tiba ada dua pemuda menyekapnya
dan lalu memotong kaki kanan perempuan tersebut. Subuh hari, ditemukan sudah
meninggal dan kaki sebelah kanannya sudah tidak ada, entah dibawa oleh pemuda
itu ataupun sudah dibuang. Sampai saat ini pelaku belum ditemukan.
“Begitu
sih neng saya mendengar ceritanya.”
“Serem
juga yah, Pak,” Alex merinding.
“Iyah,
Neng. Yasudah saya permisi yah, Neng,” pamit pemuda itu.
“Iyah,
Pak, terima kasih atas infonya,” lanjut Rara.
“Deg
deg kan gue dengernya merinding,” Alex.
“Terus
sekarang kita gimana lagi?” Rara sambil berpikir.
“Pulang
aja, lagi pun udah mau Maghrib,” jawab Alex.
Esok harinya Alex kembali kesana,
tapi tidak dengan Rara karena dia ada kumpul paskibra. Sesampainya Alex
kemudian menelusuri setiap sudut dan mengingat-ingat kembali yang ada dalam
mimpinya sampai tepat di kebun yang letaknya dibelakang halte. Tak jauh dari
Alex berdiri pemuda memakai jaket hitam dan memakai topi, pikirnya mungkin
warga setempat tapi Alex tetap merasa penasaran. Alex pun menghiraukan pemuda
itu dan Alex melanjutkan pencariannya. Seketika Alex merasa yang dia injak
tidak nyaman dan Alex pun melihat.
“Aaaaaaaaaaaaaaaa,”
Alex teriak.
“Astaghfirullah
astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah’” Alex pun bergegas pergi.
Alex
mengambil handphone untuk menghubungi Rara.
“Ra,
Ra, Ra. Astaghfirullah lu tau gak?” Alex memberi tahu Rara.
“Satai
atuh ngomongnya pelan-pelan,” jawab Rara.
“Tadi
gua ke kebun yang dibelakang halte itu, terus gua nginjek kain warna item terus
gua liat ada jempol kaki, terus gua langsung kabur,” jelas Alex.
“Hah?
Serius, lu?” Rara pun terkejut.
“Iyah,
lu bisa kesini gak?”
“Lex,
bukannya gua gak mau bantu cuman gue masih latihan, ini aja istirahat cuman 10
menit doang.”
“Yah,
lu mah,” kesal Alex.
“Sorry
banget, Lex. Mending lu sekarang pulang terus mandi,” pinta Rara.
“Iyah
gue juga mau pulang sih, serem, ngeri, merinding. Yaudah gue tutup ya”. Alex pun
segera mencari taxi.
Esok paginya disekolah Alex
menceritakan kembali kejadian-kejadian kemarin dan menceritakan pemuda yang
Alex lihat. Sepulang sekolah seperti biasa Alex menggayuh sepeda pink miliknya,
ditengah perjalannnya Alex merasa lapar. Alex pun berhenti dipinggir jalan
untuk membeli sepiring ketoprak. Tidak disengaja ditempat yang sama, Alex
melihat pemuda yang kemarin ia temui di kebun belakang halte dan seorang
temannya.
“Bu,
ketoprak 1 porsi yah,” pinta Alex.
Alex pun mencoba untuk duduk dekat mereka
untuk mendengar pembicaraan mereka sambil menyantap ketroprak. Alex mencoba
untuk makan pela-pelan agar memiliki alasan untuk tetap duduk disebelah mereka.
Sabtu pagi Alex sudah rapi dan
siap-siap menuju kantor polisi untuk memberikan sebuah bukti laporan pembunuhan
tiga bulan lalu.
“Ada
yang bisa kami, bantu?” Tanya salah satu polisi disana.
“Jadi
gini, Pak. Apakah sekitar 3 bulan yang lalu ada tragedi pembunuhan di Halte Sudirman
km 23?” Tanya Alex
“Iyah
betul, Neng. Namun, sampai kini tim kami masih melakukan pencarian pelaku
tersebut,” jelas Pak Polisi.
“Oh
ya ini, Pak. Ini mungkin bisa dijadikan sebagai barang bukti,” Alex memberika
sebuah rekam vidio dari hpnya.
Isi vidio
“Weh bro, jadi gimana
perkembangannya?” Tanya pemuda berbaju biru pada temannya.
“Tenang aja aman, polisi juga gak
bisa ngelacak kita,” jawab santai temannya yang berbaju hitam.
“Bener bro, lagi tuh cewe sok jual
mahal, belum tau aja siapa kita. Eh kakinya aman?” Sambung pemuda berbaju biru.
Alex yang mendengar sontak kaget dan membulatkan matanya.
“Aman, gak ada juga yang liat. Itu
kebun juga gak ada yang punya”.
Kepolisian pun menerima barang bukti
tersebut dan segera melacak pemuda tersebut agar kejadian ini tidak terulang
dengan korban yang berbeda.
Beberapa hari kemudian Alex, Rara
dan tim kepolisian mencoba untuk melakukan penggrebekan disalahsatu tempat
dekat halte sudirman. Alex sudah tiba di halte sudirman dan menunggu pemuda itu
datang. Tim kepolisian melakukan penyamaran sebagai warga setempat.
“Kok
lama banget sih tuh cowok,” geram Rara.
“Sabar
gua yakin mereka bentar lagi dateng. Biasanya jam segini mereka nongkrong,”
jawab Alex.
Tak
lama pemuda itu datang. Selang beberapa menit saat pemuda itu asik bergurau, polisi
pun langsung datang dan melingkari mereka.
“Angkat
tangan kalian,” Menjulurkan pistol. Mereka pun terkejut dengan kehadiran dari
kepolisian.
“Kalian
adalah pelaku pembunuhan remaja wanita di Halte Sudirman. Sekarang ikut kami,”
tegas polisi. Dengan pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa, polisi pun memborgol
mereka dan dibawa menuju kantor polisi untuk melakukan sidang kelanjutan.
“Terima
kasih, Neng, atas bantuannya. Selanjutnya biar tim kepolisian yang
menanganinya. Himbauan jangan pulang terlarut malam dan jangan berjalan
sendirian dijalan sepi dan gelap,” jelas polisi.
“Iyah
pak sama-sama. Terima kasih untuk himbauannya,” jawab Alex.
“Semoga
ini kejadian yang terakhir pak,” sambung Rara.
“Iyah,
Neng, amin. Kalau begitu kami permisi. Selamat siang,” polisi berpamitan.
“Iyah
pak. Selamat siang,” jawab Alex dan Rara.
“Akhirnya
Ra. Huft lega gue,” lega Alex
“Iyah,
deg-degkan gue tadi takutnya cowok brandalan itu malah ngelawan atau kabur kan
ribet lagi,” takut Rara.
“Semoga
ini yang terakhir kalinya,” sambung Alex
“Amin.”
“Yaudah,
yuk, kita cari makan. Dari tadi gue nahan laper.” Mereka pun mencari makan.
Sesampainya Alex dirumah. Alex
merasa lega dengan kejadian ini, merasa sudah tak ada beban lagi. Alex berharap
ini untuk pyang pertama dan terakhir kalinya. Alex pun kembali menjalankan
aktviitasnya seperti biasanya. Malam hari Alex tertidur pulas.
“Terima
kasih, kamu sudah menolong saya.” Dalam mimpi Alex wanita itu datang untuk
berterima kasih.
Pagi ini Alex merasa pikirnnya
tenang. Alex membuka jendela dan menghirup udara di pagi hari dan aroma tanah
membuat hati merasa damai. Alex pun menjalankan aktivitasnya seperti sedia
kala.
Komentar
Posting Komentar