Makalah SKI Revolusi Bani Abbas dan Perang Az Zabb
MAKALAH
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
·
REVOLUSI BANI ABBAS
·
PERANG AZ ZABB
A
Kekhalifahan bani abbas
Kekhalifahan
Abbasiyah (Arab : الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau
Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan
kedua islam
yang berkuasa di Bagdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini
berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan
menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan
ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah
dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari
paman Nabi Muhammad
yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul Muththalib (566-652),
oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim.
Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus
ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah
naiknya bangsa Turki
yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka
bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.
Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk
menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut Amir atau Sultan.
Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiah kepada Aghlabiyyah dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin HulaguKhan yang menghancurkan Baghdad dan tak
menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.
Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku
al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di Timur Laut Turki, Irak sekarang.
Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan
kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim
di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan
akhirnya pada tahun 750, Abu Al-Abbas Al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan
kemudian dilantik sebagai khalifah.
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali
kepemimpinan gaya islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh Mamluk di Mesir pada
pertengahan abad ke-13), mulai
mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan
sebagai simbol yang menyatukan umat islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim
bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husein, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya
Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada
tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya
sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil
merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan
Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian
runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spayol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar
Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada
tahun 1031.
·
Menuju puncak
kejayaan
Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah
Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H
(750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas
mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani
Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu
pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu
dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur(754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya
terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syiah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh
besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah,
dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga
stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara
ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat
pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur
melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan
membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia
menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian
Dia juga membentuk lembaga protokol negara,
sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan
bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurahman sebagai hakim
pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti
Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya
sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan
untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi
kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan
tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan
keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut
benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi Pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga
berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di Laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India.
Puncak keemasan dari dinasti ini berada pada
tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan
di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti
perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan
Barat juga banyak membawa kekayaan.
1
Al-Mahdi (775- 786 M),
Harun Ar-Rasyid (786-809 M), Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun
al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat
dan tak tertandingi.
2 Al-Ma'mun (813-833 M),
Dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari
golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli (wa laa
haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak mendirikan sekolah,
salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
3
al-Mu'tashim (833-842 M),
Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi
peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka
dimulai sebagai tentara pengawal.
Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.
Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara
dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian,
kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian,
dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu
stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar.
Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern
Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan aliran
pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan
4
al-Watsiq (842-847 M),
5
al-Mutawakkil (847-861 M).
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada
periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok
antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol
dinasti Bani Abbas yang tak terdapat pada zaman Bani Umayyah.
- Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
- Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
- Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.
lembaga
pendidikan sebagaimana kutipan diatas terdiri dari dua tingkat:
- Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
- Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada
masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Kemajuan lembaga tersebut ditentukan oleh 2 hal:
- Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
- Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
kemajuan politik berjalan seiring dengan
kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan,
kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada
masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama
·
Pengaruh
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas
menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan
jabatan tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai
jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan
dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam
bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di antara faktor lain yang
menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di
pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada
pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada
pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.
Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai
jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan
kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat
pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka
khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang
memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka.
Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada
periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh
kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.
· Kemunduran
Faktor-faktor
penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak
daerah memerdekakan diri, adalah:
- Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
- Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
- Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah
- 750 H - Abu al-Abbas al-Saffah menjadi Khalifah pertama Bani Abbasiyah.
- 752 H - Bermulanya Kekhalifahan Bani Abbasiyah.
- 755 H - Pemberontakan Abdullah bin Ali. Pembunuhan Abu Muslim.
- 756 H - Abd ar-Rahman I mendirikan kerajaan Bani Umayyah di Spanyol.
- 763 H - Pembangunan kota Bagdad. Kekalahan tentara Abbasiyyah di Spanyol.
- 786 H - Harun ar-Rasyid menjadi Khalifah.
- 792 H - Serangan ke utara Perancis.
- 800 H - Kaidah keilmuan mulai terbentuk. Aljabar diciptakan oleh Al-Khawarizmi.
- 805 H - Kampanye melawan Byzantium. Merebut Pulau Rhodes dan Siprus.
- 809 H - wafatnya Harun ar-Rasyid. al-Amin dilantik menjadi khalifah.
- 814 H - Perang saudara antara al-Amin dan al-Ma'mun. al-Amin terbunuh dan al-Ma'mun menjadi khalifah.
- 1000 H - Masjid Besar Cordoba dibangun.
- 1005 H - Multan dan Ghur ditawan.
- 1055 H - Baghdad dikuasai oleh tentara Turki Seljuk. Pemerintahan Abbasiyah-Seljuk dimulai sampai sekitar tahun 1258 ketika tentara Mongol menghancurkan Baghdad.
- 1071 H - Peristiwa Manzikert. Sultan Alp Arselan berhasil mengalahkan gabungan tentara salib yang dipimpin oleh Kaisar Romanos IV Diogenes.
- 1072 H - Sultan Alp Arselan berhasil menguasai Asia Tengah (Anatolia). dan meneruskan kepungannya terhadap kerajaan Byzantium.
- 1085 H - Tentara Kristen menawan Toledo, Spanyol.
- 1091 H - Bangsa Norman merebut Sisilia, pemerintahan Muslim di sana berakhir.
- 1095 H - Perang Salib pertama dimulai.
- 1099 H - Tentara Salib merebut Baitulmuqaddis. Mereka membunuh semua penduduknya.
- 1144 H - Nur al-Din merebut Edessa dari tentara Salib. Perang Salib Kedua dimulai.
- 1187 - Salahuddin Al-Ayubbi merebut Baitulmuqaddis dari tentara Salib. Perang Salib Ketiga dimulai.
- 1194 H - Tentara Muslim merebut Delhi, India.
- 1236 H- Tentara Salib merebut Cordoba, Spanyol.
- 1258 H - Tentara Mongol menyerang dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh. Kejatuhan Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah di Baghdad.
B
Perang Az zabb
Perang Ahzab (Bahasa Arab: غزوة الاحزاب, translit.: Ghazwah al-Ahzab, harfiah
"pencerobohan/serangan pihak gabungan") juga dikenali sebagai Perang
Khandaq (Arab: غزوة الخندق, Ghazwah al-Khandaq, harfiah
"pencerobohan parit") ialah peristiwa pengepungan Madinah selama lebih kurang empat minggu oleh suku-suku dalam
kalangan orang Arab
dan Yahudi
yang bergabung, di mana ia bermula pada 31 Mac 627 M.
Kekuatan pihak Gabungan dianggarkan seramai 10,000 orang, diiringi oleh 600
ekor kuda dan sebilangan ekor unta, manakala di pihak Madinah pula terdiri
daripada 3,000 orang.
Pihak yang mempertahankan Madinah,
kebanyakannya Muslim di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW, menggali parit bersama-sama dengan kubu alami Madinah
berjaya membuatkan pasukan berkuda Gabungan menjadi tidak berguna dan sekali gus menimbulkan
kebuntuan buat kedua-dua pihak.
keadaan cuaca yang buruk akhirnya
menyebabkan kepungan berakhir dalam keadaan kelam-kabut. Pengepungan kali ini
adalah sebuah "pertarungan kepintaran" yang menyaksikan musuh
dikalahkan oleh pihak Muslim secara taktikal sambil menanggung kerugian yang kecil. Usaha-usaha untuk
mengalahkan Muslim gagal dan Islam semakin berpengaruh di rantau itu.
Susulan daripada itu, tentera Muslim mengepung
perkampungan
Quraizah, satu tindakan yang membawa kepada penyerahan diri
tanpa syarat
bani tersebut. Kekalahan dalam peperangan ini menyebabkan pihak Quraisy kehilangan kuasa dalam perdagangan serta darjat mereka.
·
Latar
belakang
Selepas berhijrah dari Makkah, orang Islam bertempur dengan Quraisy Makkah di Badar
dalam tahun 624 M, dan dalam Perang Uhud setahun kemudian, yakni dalam tahun 625 M. Mahupun pihak
Muslim tidak menang dan tidak kalah dalam Perang Uhud, kekuatan ketenteraan
mereka semakin bertambah. Pada bulan April 626, Nabi Muhammad mengetuai pasukan
seramai 300 orang dan sepuluh ekor kuda untuk berperang dengan Quraisy buat
kali kedua di Badar. Tiada pertempuran berlaku pada kali
ini, tetapi suku-suku kaum Arab yang tinggal di kawasan pesisiran pantai
tertarik dengan kekuatan tentera Islam. Nabi Muhammad juga mencuba, kendatipun
dengan kejayaan terbatas, bagi merosakkan perikatan yang menentang pengembangan
Islam di tanah Arab. Namun demikian, baginda gagal merosakkan perjanjian
perikatan yang dibuat oleh pihak Quraisy Makkah.
Sebagaimana yang mereka lakukan semasa
perang-perang Badar dan Uhud, tentera Islam sekali lagi menggunakan
kaedah-kaedah yang luar biasa untuk menentang musuh-musuh mereka (di Badar,
pihak Muslim mengepung perigi air, dan menyekat pihak musuh daripada mendapatkan
air; dalam Perang Uhud, orang Islam mengguna bukit-bakau di sekitar Uhud dengan
cara strategik). Dalam pertempuran ini mereka menggali parit bagi memastikan
pasukan berkuda musuh tidak berkesan.
·
Tentera
Gabungan
Pada awal tahun 627 M, Yahudi Bani Nadhir bertemu dengan Arab Quraisy Makkah. Ketua Nadhir, Huyayy bin Akhtab, bersama-sama pemimpin-pemimpin lain dari Khaibar, pergi ke Makkah untuk membuat perjanjian dengan Safwan.
Sebagian besar tentera Gabungan
dikumpulkan oleh musyrik Makkah dengan diketuai oleh Abu Sufyan. Tentera Gabungan membawa 4,000 anggota infantri (tentera
berjalan kaki), 300 tentera berkuda, dan antara 1,000 ke 1,500 orang penunggang
unta.
Bani Nadhir pula mula menghasut nomad di bahagian timur Semenanjung Arab (Nejd). Pihak Nadhir juga berjaya membawa Bani Ghatafan bersama-sama menyertai mereka, dengan menyogok Ghatafan
dengan separuh hasil tanaman mereka. Kumpulan ini, yang kedua terbesar,
menambahkan kekuatan Gabungan seramai lebih kurang 2,000 orang tentera dan 300 ekor kuda, diketuai oleh
Unaina bin Hasan Fazari. Bani Assad yang diketuai oleh Tuleha Asadi juga bersetuju untuk
menyertai pihak Nadhir dan Gabungan. Bani Nadhir juga mendapat 700 orang daripada
Bani Sulaim, walaupun kelompok ini, jika tidak kerana beberapa orang
pembesarnya menyenangi Islam, mungkin lebih besar kekuatannya.
Bani Amir, yang ada membuat perjanjian dengan Nabi Muhammad, enggan
turut serta. Suku-suku lain termasuk Bani Murrah, dengan kekuatan 400 orang di
bawah pimpinan Hars bin Auf Murri, dan Bani Shujah, dengan 700 orang yang
dipimpin Sufyan bin Abd Shams. Jumlah keseluruhan tentera Gabungan, mahupun
tidak dipersetujui semua sarjana, dianggarkan seramai lebih kurang 10,000 orang
infantri dan 600 orang tentera berkuda.
Pada akhir bulan Mac 627 M tentera
yang diketuai Abu Sufyan ini bergerak mara ke Madinah. Bertepatan dengan
perancangan yang dibuat, tentera-tentera yang terkumpul bergerak mara ke hala
Madinah—orang Makkah dari arah selatan (di kawasan pesisiran pantai) sementara
yang lain dari arah timur. Pada masa yang sama pula, penunggang kuda daripada Bani Khuza'ah yang telah memeterai perjanjian dengan Nabi Muhammad,
berangkat ke Madinah untuk memberi amaran kepada orang Islam tentang gerakan
tentera Kafir ke arah mereka.
·
Pertahanan Muslim
Penunggang kuda Khuza'ah sampai di
Madinah dalam masa empat hari, dan memberi amaran kepada Nabi Muhammad bahawa
tentera Gabungan dijangka sampai di Madinah dalam masa seminggu. Rasulullah SAW
mengumpulkan orang Madinah bagi membincangkan strategi terbaik bagi menangkis
serangan musuh yang bakal menyerang.
Tindakan untuk bertemu dan bertempur di
tanah lapang (yang membawa kepada kemenangan di Badar),
dan menunggu mereka di dalam bandar (pengajaran daripada Uhud)
turut dibincangkan. Akhirnya, orang Islam yang lebih kecil bilangan berbanding
dengan musuh mereka memilih strategi peperangan pertahanan dengan menggali
parit dalam yang dapat menjadi rintangan kepada musuh di kawasan utara Madinah.
Taktik ini, yang mungkin diubahsuai daripada
taktik tentera Empayar Sasan, dicadangkan oleh Salman al-Farisi. Setiap Muslim di Madinah, termasuk Nabi Muhammad, mula
menggali parit besar yang selesai digali dalam tempoh enam hari. Parit digali
pada bahagian utara Madinah sahaja (lihat peta di bawah) memandangkan wilayah lain
Madinah dikelilingi gunung berbatu dan kawasan berpokok, yang sukar direntasi
ketumbukan tentera besar (khususnya pasukan berkuda). Dari segi taktik, ini
bermakna serangan musuh dalam bilangan yang besar hanya dapat dilakukan dari
satu arah sahaja, yakni arah utara.
Seiring dengan kerja menggali parit,
Madinah juga berdepan dengan kemungkinan kekurangan makanan. Orang Madinah
menuai tanaman mereka lebih awal agar memastikan tentera Gabungan bergantung
pada bekalan makanan mereka sendiri. Sementara itu, kaum wanita dan kanak-kanak
ditempatkan di pusat bandar Madinah.
Nabi Muhammad menubuhkan markas baginda
di sebuah bukit kecil yang digelar Sala' dan tentera Islam diatur di sana;
kedudukan ini memberi pihak Muslim kelebihan sekiranya tentera Musyrik berjaya
menyeberangi parit.
Kekuatan keseluruhan tentera Islam yang
mempertahankan Madinah daripada serangan musuh terdiri daripada 3,000 orang,
dan melibatkan semua penduduk Madinah yang berumur 15 tahun ke atas, melainkan
orang Yahudi warga Bani Quraizah. Walau bagaimanapun, Quraizah ada
membekalkan orang Islam dengan alat penggali parit).
·
Pengepungan Madinah
Pengepungan Madinah bermula pada 31
Mac 627 M dan berlanjutan selama 27 hari. Memandangkan peperangan pengepungan jarang berlaku di
negeri Arab, pihak Bergabung yang tiba di Madinah mendapati mereka tidak
bersedia untuk menangani parit yang digali Muslim. Tentera Gabungan cuba
menyerang dengan penunggang kuda dengan harapan mencari laluan,
Pasukan Gabungan cuba beberapa kali
untuk melintasi parit pada waktu malam tetapi gagal. Walaupun pihak Gabungan
mampu mengatur anggota mereka di sepanjang parit, mereka agak keberatan untuk
bertempur berdepan-depan dengan orang Islam kerana pejuang Muslim dianggap lebih
cekap dalam pertempuran berdepan-depan. Oleh sebab tentera Islam berada dalam
kedudukan kukuh di belakang tebing parit yang dibina daripada tanah, dan
bersedia untuk melontarkan batu dan anak panah sekiranya sesiapa cuba
menyeberang parit, apa jua gerakan menyeberang akan menyebabkan ramai korban.
·
Bani Quraizah
Pihak Gabungan cuba menyerang secara
serentak. Dalam satu percobaan khususnya, mereka memujuk Bani Quraizah agar menyerang dari selatan. Quraizah tinggal di dalam
perkarangan Madinah dan penempatan mereka terletak di arah selatan Madinah. Huyayy ibn Akhtab, ketua Yahudi Bani Nadhir dari Khaibar, pulang ke Madinah untuk mendapatkan sokongan daripada
Quraizah.
Setakat ini Bani Quraizah telah mencoba
untuk berkecuali dalam perang antara Muslim Madinah dengan tentera Gabungan
Arab musyrik dan beberapa puak Yahudi lain, dan berkeberatan untuk menyertai
pihak Gabungan disebabkan perjanjian dengan Nabi Muhammad (Piagam Madinah) yang telah mereka buat pada awalnya. Malah, ketua Quraizah
enggan menerima Huyayy ibn Akhtab apabila Huyayy datang berjumpa buat kali
pertama.
Namun, Huyayy bin Akhtab akhirnya
berjaya bertemu Quraizah dan meyakinkan mereka bahawa orang Islam sudah tentu
dapat ditewaskan. Quraizah dapat melihat ketumbukan tentera Gabungan yang
besar, yang bergerak di merata tempat dengan ramai anggota tentera berjalan
kaki dan yang berkuda, dan akhirnya Quraizah bertukar fikiran dan menyertai
Gabungan.
Berita yang kononnya Quraizah telah
belot mula tersebar dan Sayidina Umar Al-Khattab RA dengan cepat memaklumi Nabi Muhammad. Telahan berkaitan
pembelotan Quraizah diperkuat dengan pergerakan tentera Gabungan ke arah
penempatan dan kubu kuat Quraizah. Timbul perasaan risau pada Nabi Muhammad
tentang pergerakan mereka, dan Nabi Muhammad menyedari bahawa Quraizah
menimbulkan keadaan yang amat berbahaya kepada orang Islam. Nabi Muhammad tidak
membuat persiapan rapi terhadap pertahanan di perbatasan Madinah (di arah
selatan) dengan kaum tersebut kerana berpegang pada perjanjian antara baginda
dengan Bani Quraizah. Tambahan pula Quraizah memiliki senjata: 1,500 bilah pedang,
2,000 batang lembing, 300 buah baju besi, dan 500 buah perisai.
Nabi Muhammad menghantar tiga orang Sahabat untuk meninjau perkembangan terkini Quraizah. Baginda
menasihati mereka agar memberikan pendapat mereka secara terbuka sekiranya
Quraizah masih taat, kerana ini boleh mengekalkan semangat pejuang Islam.
Namun, baginda juga menasihati mereka agar tidak menyebarkan berita tentang
pembelotan sekiranya benar kerana ini boleh menimbulkan perasaan cemas dan
kelam kabut dalam kalangan Muslim.
Para Sahabat mendapati sesungguhnya
Quraizah telah melanggar perjanjian dan cuba meyakinkan mereka agar berpegang
kepada perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad tempoh hari dengan
memperingatkan mereka tentang nasib Bani Nadhir dan Bani Qainuqak; namun mereka gagal meyakinkan Quraizah. Hasil tinjauan Sahabat disampaikan kepada Nabi Muhammad
dengan menggunakan metafora: "Adal dan Qarah"—Maududi berpendapat metafora tersebut bermaksud Quraizah telah
belot dan membunuh orang Islam apabila mendapat kesempatan. Ini kerana kaum
Adal dan Qarah pernah berkelakuan serupa.
·
Krisis di Madinah
Nabi Muhammad coba menyorokkan maklumat
yang baginda terima. Namun, khabar angin tentang serangan besar-besaran
terhadap Madinah dari arah penempatan Quraizah mula tersebar secara meluas.
Khabar angin ini menjejaskan orang Islam dan menjejas serta melemahkan semangat
mereka.
Penduduk Muslim Madinah mendapati
keadaan mereka bertambah buruk selang hari. Bekalan makanan menyusut, dan malam
bertambah sejuk. Mereka kekurangan tidur dan ini juga menjejaskan mereka. Keadaan
menjadi genting dan dilaporkan buat kali pertamanya solat berjemaah hanya
dilakukan pada malam hari. Mengikut Ibn Ishaq, pada waktu ini keadaan menjadi amat serius dan perasaan
takut dirasai di mana sahaja.
Al-Quran
memberikan keadaan getir dalam Surah
Al-Ahzab:
“Masa itu ialah masa tentera musuh
datang melanggar kamu dari sebelah hulu dan dari sebelah hilir (tempat
pertahanan) kamu; dan masa itu ialah masa pemandangan mata kamu tidak
berketentuan arah (kerana gempar dan bingung) serta hati pun resah gelisah
(kerana cemas takut), dan kamu masing-masing pula menyangka terhadap Allah
dengan berbagai-bagai sangkaan. (10) Pada saat itulah diuji orang-orang yang
beriman, dan digoncangkan perasaan dan pendiriannya dengan goncangan yang amat
dahsyat. (11) Dan lagi masa itu ialah masa orang-orang munafik dan orang-orang
yang tidak sihat dan tidak kuat iman dalam hatinya berkata: "Allah dan
RasulNya tidak menjanjikan kepada kita melainkan perkara yang memperdayakan
sahaja". (12) Dan juga masa itu ialah masa segolongan di antara mereka
berkata: "Wahai penduduk Yathrib, tempat ini bukan tempat bagi kamu (untuk
berjuang di sini), oleh itu baliklah". Dan sebahagian dari mereka pula
meminta izin kepada Nabi (hendak balik) sambil berkata: "Sesungguhnya
rumah-rumah kami memerlukan perlindungan", pada hal ia tidak memerlukan
perlindungan. Mereka hanya bertujuan hendak melarikan diri (dari berjuang menegakkan
Islam). (13) Dan kalaulah tempat-tempat kediaman mereka itu diserang oleh musuh
dari segala penjurunya, kemudian mereka diajak berpaling tadah menentang Islam,
sudah tentu mereka akan melakukannya, dan mereka tidak bertangguh lagi tentang
itu melainkan sebentar sahaja. (14) Pada hal sesungguhnya mereka telahpun
mengikat janji dengan Allah sebelum itu, iaitu mereka tidak akan berpaling
undur (dari medan perang yang mereka hadiri). Dan (ingatlah) janji setia dengan
Allah itu akan ditanya kelak (tentang penyempurnaannya).
·
Gerak
balas Muslim
Nabi Muhammad menghantar 100 orang
Islam ke pusat bandar Madinah bagi pertahanannya sebaik sahaja baginda
mendengar berita angin tentang pembelotan Bani Quraizah. Kemudian baginda
menghantar 300 orang askar berkuda (askar berkuda tidak diperlukan di parit)
juga bagi mempertahankan Madinah. Namun dalam keadaan cemas ini suara kuat para
tentera Islam semasa menunaikan solat berjamaah di malam hari memberikan
gambaran seolah-olah mereka ramai dan kuat.
Krisis ini menunjukkan Nabi Muhammad
bahawa ramai anggota tentera baginda sudah hampir hilang daya. Baginda
menghubungi Ghatafan (suku Badwi) dan coba memujuk mereka menyertai
tentera Islam dengan menawarkan mereka sepertiga hasil tanaman buah kurma
Madinah sekiranya mereka berundur. Walaupun Ghatafan pada mulanya meminta
dibayar setengah hasil kurma, akhirnya selepas berunding dengan Nabi Muhammad,
mereka bersetuju dengan syarat-syarat yang dirundingkan. Walau bagaimanapun,
Nabi Muhammad telah bermesyuarat terdahulu dengan ketua-ketua Madinah sebelum
membuat perjanjian. Pembesar-pembesar Madinah membantah dan tidak bersetuju
akan syarat-syarat perjanjian, dengan alasan Madinah tidak pernah jatuh ke tahap itu; justeru rundingan dengan
Ghatafan dihentikan. Mahupun Ghatafan tidak berundur, mereka telah mengundang
kecurigaan sekutu lain kerana mereka telah mengadakan rundingan dengan pihak
Islam. Ekoran itu, pertelagahan dalaman Gabungan bertambah runcing.
Mengikut sejarawan Ibn Ishaq, pada
ketika itu Nabi Muhammad didatangi Nuaim bin Masud, seorang kenamaan Arab yang
dihormati orang Gabungan, yang telah memeluk Islam secara rahsia. Pada lawatan
itu Nabi Muhammad meminta Nuaim membantu mengakhirkan pengepungan dengan
menanam rasa curiga dalam kalangan pihak Gabungan.
Nuaim kemudiannya melahirkan satu
strategi yang berkesan. Beliau pertamanya pergi ke Bani Quraizah dan memberi amaran kepada mereka tentang niat ahli Gabungan
yang lain. Kata beliau, sekiranya pengepungan itu gagal, pihak Arab Gabungan
tidak akan ragu-ragu meninggalkan orang Yahudi kepada belas kasihan Nabi
Muhammad. Justeru, Quraizah harus meminta Gabungan memberi beberapa orang
sandera bagi memastikan kerjasama berterusan Quraizah. Nasihat Nuaim ini
menimbulkan kerisauan dalam kalangan orang Quraizah yang sememangnya sudah mula
berasa curiga.
Kemudian Nuaim pergi bertemu Abu Sufyan, ketua Gabungan, dan memberitahunya bahawa kaum Quraizah
sudah berpaling tadah dan menyertai Nabi Muhammad. Beliau menyatakan bahawa
kaum Yahudi itu berniat meminta sandera daripada pihak Gabungan, kononnya
sebagai balasan kerjasama yang diberikan mereka, tetapi sebenarnya Quraizah
mahu menyerahkan sandera kepada Nabi Muhammad. Justeru, pihak Gabungan tidak
sepatutnya memberikan walau seorang pun sandera kepada Quraizah. Dan Nuaim
mengulangi ceritanya kepada kaum-kaum Gabungan yang lain.
·
Keruntuhan
Gabungan
Strategi Nuaim berkesan. Setelah
berunding, ketua-ketua Gabungan menyuruh Ikrimah pergi ke Quraizah sebagai isyarat
serangan bersatu terhadap Madinah. Sebaliknya, Quraizah berkeras meminta orang
tebusan sebagai jaminan yang pihak Gabungan tidak akan meninggalkan Bani
Quraizah sekiranya pengepungan gagal. Pihak Gabungan pula berfikiran bahawa
Quraizah akan menyerahkan sandera tersebut kepada Nabi Muhammad dan seterusnya
enggan memberi orang tebusan. Perutusan dihantar pergi balik antara kedua belah
pihak, namun tidak ada yang mahu berganjak.
Abu Sufyan memanggil Huyayy bin Akhtab,
dan memaklumkannya tentang sambutan Quraizah. Huyayy tersentak dan Abu Sufyan
menuduhnya sebagai "pengkhianat". Risau akan keselamatannya, Huyayy
melarikan diri ke kubu kuat Quraizah di selatan Madinah.
Puak Badwi, kaum Ghatafan, dan
puak-puak Gabungan yang lain pula terjejas dengan rundingan yang diadakan
Quraizah dengan Nabi Muhammad. Mereka menyertai ekspedisi gabungan hanya dengan
harapan mendapat hasil penjarahan dan bukan kerana membenci Islam. Mereka putus
harapan kerana pengepungan memakan masa yang lama (mereka tidak biasa dengan
kaedah peperangan berbentuk pengepungan) dan oleh sebab itu berasa kurang minat
meneruskan pengepungan. Kedua-dua kelompok pihak Gabungan ini pada kesudahannya
mula menuding jari dan saling mencurigai pihak yang lagi satu.
Pada masa yang sama bekalan pihak
Gubungan juga menyusut. Kuda dan unta mati akibat kebuluran dan kecederaan.
Cuaca pula amat sejuk dan hujan turun buat beberapa hari. Angin kencang bertiup
dan memadamkan unggun api, sekaligus menghilangkan punca haba anggota Gabungan.
Sebaliknya, petempatan Muslim terlindung daripada angin. Khemah-khemah tentera
Gabungan ranap ditiup angin, unggun api padam, hujan dan pasir memercik muka
mereka; mereka menjadi takut tentang keadaan mereka. Kesemua ini mereka anggap
sebagai petanda sesuatu yang buruk yang bakal melanda mereka. Kesatuan mereka
sudah berkecai. Akhirnya mereka mula berundur pada waktu malam dan pada
keesokan harinya medan perang menjadi kosong.
Komentar
Posting Komentar